Pintu Surga dan Pintu Perbatasan Kota (Renungan Kaidah Fikih dan Usul Fikih)
Sudah dua Ramadan kali ini larangan mudik menjelang perayaan Idul Fitri. Hal ini terkait dengan pandemi Covid-19. Untuk tahun sekarang larangan mudik dari pemerintah ini secara resmi berlaku mulai tanggal 6-17 Mei 2021. Larangan mudik dari pemerintah ini tentunya untuk kehati-hatian dan kemaslahatan masyarakat, yakni demi menekan pencegahan penularan Covid-19. Ketentuan ini secara resmi pula tertuang dalam Surat Edaran Satgas Penanggulangan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik hari raya Idul Fitri tahun 1442 Hijriah.
Akan tetapi pemerintah juga harus hati-hati dan bertindak adil mengenai adanya kabar 85 orang warga China yang masuk Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada hari Selasa, 4 Mei 2021. Bahkan menurut berita ada 2 orang warga Cina tersebut yang dinyatakan posif Covid-19. Dan keduanya kini menjalani isolasi di sebuah hotel di Jakarta (Info dari KOMPAS.com, 7 Mei 2021). Terlepas menurut berita dari Kepada Bagian Humas dan Umum Dirjen Imigrasi, Arya Pradhana Anggara, warga China yang masuk Indonesia telah melewati pemeriksaan sesuai protokol kesehatan sebelum pemeriksaan keimigrasian. Menurut penulis bisa masuknya warga China tersebut di tengah situasi adanya kebijakan larangan mudik bagi warga Indonesa sendiri berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial.
Terlepas dari hal demikian, dalam perspektif ilmu kaidah usul fikih, kebijakan pemerintah terkait larangan mudik tersebut mengandung implementasi teori sadd al-zariah. Teori ini maksudnya apabila sesuatu itu berpotensi mengandung kemudaratan baik bagi individu maupun bagi masyarakat banyak, maka langkah yang bijak adalah menutup setiap jalan yang mengarah kepada kemudaratan tersebut. Selain teori tersebut, kebijakan pemerintah tersebut sesuai dengan implementasi salah satu teori kaidah fikih al-kulliah al-khamsah, yakni kaidah fikih “al-darar yuzalu” yang berarti kemdaratan itu harus dihilangkan.
Sungguh ini merupakan ujian bagi kita umumnya dan harus sabar menjalaninya. Akan tetapi bagi masyarakat yang tidak bisa mudik tetap semangat, karena sesuai janji Rasulullah bahwa di bulan Ramadan ini pintu surga dibuka, sedangkan pintu neraka ditutup bagi yang melaksanakan ibadah puasa Ramadan. Begitulah isi atau kandungan yang dipahami dari hadis Rasululullah riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.
Para ulama hadis seperti Ibnu Hajar al-Asqalani (dalam Fath al-Bari Syarh Sahih al-Bukhari), Al-Manawi (dalam Faid al-Khabir Syarh Jami al-Sagir), dan Qadi Iyad sebagimana dikutif Imam Muslim (dalam Al-Minhaj Syarah Sahih Muslim) menyikapi hadis tersebut secara umum berpendapat maksud pintu surga dibuka adalah turunnya rahmat secara terus-menerus di bulan Ramadan dengan meningkatkan ketaatan di bulan Ramadan. Sehingga menyebabkannya masuk surga. Sedangkan pintu neraka ditutup maksudnya bagi yang berpuasa Ramadan akan dihindarkan dari perbuatan maksiat yang menyebabkannya bisa masuk neraka.
Teori Sadd al-Zariah dan kaidah fikih al-kulliah al-khamsah sebagaimana telah disebutkan di atas jadi pijakan yang posisinya berada di tengah guna mewujudkan kemaslahatan yang termasuk ke dalam prinsip hukum Islam sendiri, yakni dalam rangka mengimplementasikan keadilan (tahqiq al-adalah). Keadilan di sini mengandung arti sesuatu yang berada di antara dua sisi (ma baina al-tarfain).
Jika kebijakan pemerintah tersebut kita kaitkan dengan kedua teori tersebut, maka dalam hal ini pemerintah sudah mengimplementasikan keadilan guna melindungi warganya. Aturan tidak mudik merupakan kebijakan berani yang posisinya berada di antara aturan nekad mudik dan aturan takut mudik. Aturan tidak mudik merupakan langkah menghindari kerusakan. Dalam teori kaidah fikih juga, menghindari kerusakan harus didahulukan dari pada mendatangkan kemaslahatan (Dar’u al-mafasid muqaddamun ala jalb al-masalih). Bukankah dengan seseorang mudik, berarti ia akan berkumpul dengan keluarganya ? Hal ini tentunya mengandung kemaslahatan. Akan tetapi jika dengan berkumpul tersebut dapat berpotensi menyebarnya Covid-19, maka hal itu harus dihindarkan, karena dapat berpotensi menimbulkan kerusakan (mafasid). Meskipun tidak mudik, tapi ada berita menggembirakan dari Rasulullah Saw sebagaimana telah disinggung di atas yakni pintu surga (rahmat Allah) tetap terbuka bagi yang umat muslim termasuk yang tidak mudik asalkan berpuasa. Semoga kita semua mendapatkan rahmat-Nya. Amin
Komentar
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
MEMBUMIKAN FIKIH MAZHAB NEGARA DI INDONESIA
Fikih dan Kanun senantiasa bersinergis dalam sebuah negara, termasuk di Indonesia. Terlebih lagi dalam upaya mentranformasikan fikih Islam ke dalam hukum nasional, sehingga fikih menjad
KARAKTER PRODUK PEMIKIRAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
Tulisan saya ini mencoba mengelaborasi tulisan Muhammad Atho Mudzhar yang berjudul “Pengaruh Faktor Sosial Budaya terhadap Produk Pemikiran Hukum Islam” isinya membahas seca
KAIDAH FIKIH DAN KAIDAH USUL FIKIH PENANGGULANGAN BENCANA GEMPA
Kaidah fikih dan kaidah usul fikih menjadi solusi bagi permasalahan fikih Islam yang bersumber dari corak berpikir induktif. Seandainya tidak ada kaidah fikih dan kaidah usul fikih, mak
TRANSFORMASI HUKUM ISLAM KE DALAM HUKUM INDONESIA
Upaya bangsa Indonesia menerapkan ajaran hukum Islam telah dilaksanakan. Hal ini ditandai dengan upaya transformasi aturan hukum Islam ke dalam hukum nasional melalui terbitnya Undang-u
FLEKSIBILITAS FIKIH ISLAM
Istilah fikih Islam identik dengan hukum Islam. Namun, dalam belakangan istilah fikih Islam lebih banyak digunakan dalam literatur yang digunakan oleh ulama kontemporer. Contohnya Syekh
PRINSIP HUKUM ASAL DALAM BIDANG IBADAH
Perbedaan mendasar antara ibadah dan muamalah adalah dilihat dari segi kaidah umum fikihnya. Dalam persoalan ibadah berlandaskan pada dua kaidah fikih. Pertama, kaidah fikih “Huku
PRINSIP HUKUM ASAL DALAM BIDANG IBADAH
Perbedaan mendasar antara ibadah dan muamalah adalah dilihat dari segi kaidah umum fikihnya. Dalam persoalan ibadah berlandaskan pada dua kaidah fikih. Pertama, kaidah fikih “Huku
PRINSIP HUKUM ASAL DALAM BIDANG IBADAH
Perbedaan mendasar antara ibadah dan muamalah adalah dilihat dari segi kaidah umum fikihnya. Dalam persoalan ibadah berlandaskan pada dua kaidah fikih. Pertama, kaidah fikih “Huku
PRINSIP HUKUM ASAL DALAM BIDANG IBADAH
Perbedaan mendasar antara ibadah dan muamalah adalah dilihat dari segi kaidah umum fikihnya. Dalam persoalan ibadah berlandaskan pada dua kaidah fikih. Pertama, kaidah fikih “Huku
URGENSI HADIS HUKUM EKONOMI SYARIAH
Penulis menyebutnya dengan istilah hadis hukum ekonomi syariah, karena istilah tersebut lebih membumi di kalangan masyarakat, terutama masyarakat umum. Sehingga buku ini selain cocok ja
Sangat bermamfaat no