TRANSFORMASI HUKUM ISLAM KE DALAM HUKUM INDONESIA
Upaya bangsa Indonesia menerapkan ajaran hukum Islam telah dilaksanakan. Hal ini ditandai dengan upaya transformasi aturan hukum Islam ke dalam hukum nasional melalui terbitnya Undang-undang (kanun). Upaya tersebut untuk menepis sebagian umat Islam yang berpikir tekstual dan kaku, sehingga mereka memandang perlunya formalisasi hukum Islam ke dalam bentuk negara khilafah. Menurut penulis upaya transformasi ini identik dengan konsep bayan tagyir yang dikemukakan oleh Al-Bazdawi (w, 282 H), seorang ulama usul fikih mazhab Hanafi. Bayan tagyir, yaitu penjelasan yang di dalamnya memuat perubahan tentang ungkapan suatu lafaz dari makna tekstual kepada makna kontekstual.
Upaya transformasi hukum Islam ke dalam bentuk hukum nasional merupakan hasil kreasi ulama dan intelektual bangsa Indonesia. Produk hukum tersebut sesuai karakternya bersifat mengikat bagi bangsa Indonesia. Misalnya dalam hukum pernikahan, waris, wakaf, dan wasiat, pemerintah Indonesia telah menerbitkan Kompilasi Hukum Indonesia (KHI) sesuai Instruksi Presiden No. 1 Tahun 199. KHI bisa dikatakan ijmak ulama Indonesia, karena dalam proses penyusunannya melibatkan para ulama dan cendekiawan muslim. KHI ini juga jadi referensi hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan hukum di persidangan. Selanjutnya Undang-undang RI. No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf ; UU. No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU. No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; UU. No. 23 Tahun 2011 yang mengganti Undang-undang RI. No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dan masih banyak produk hukum dalam bidang lainnya,
Ide penyusunan ajaran Islam menjadi sebuah kanun bukanlah hal yang baru. Jauh-jauh hari sejak masa awal Islam terdapat peristiwa pembukuan Al-Qur’an ke dalam mushaf pada masa khalifah Abu Bakar dan penyeragaman bacaannya sebagaimana terjadi pada masa khalifah Usman bin Affan. Bahkan, sebelum itu telah ada Piagam Madinah yang dibuat Nabi Muhammad Saw. Piagam Madinah tersebut menurut penjelasan Qadri Azizi menggunakan bahasa Undang-undang dasar sebagaimana dikenal pada masa sekarang.
Selanjutnya, ide penyusunan kanun tersebut berkembang pula pada masa Dinasti Abbasiah tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abu Jafar Al-Mansur (w.775 M). Pada masa itu, Ibnu Muqaffa menggagas kanun ketika ia menyaksikan adanya kesenjangan hukum dan keputusan pengadilan. Kemudian ide tersebut dituangkannya ke dalam surat yang disebut dengan risalah sahabat. Surat tersebut kemudian diterbitkan dalam bentuk buku yang diberi judul rasail bulagha (Pesan Penggugah Perasaan) yang diedit oleh Ibnu Thaifur.
Bentuk negara yang dianut selama ini adalah bentuk Republik yang dipimpin oleh seorang Presiden tidak bertentangan dengan syariah Islam. Dasar negaranya adalah Undang-undang 1945 dan Pancasila yang terdiri dari lima butir sila. Sila pertama merupakan inti ajaran Islam yaitu ajaran tauhid. Sila pertama ini mengindikasikan bahwa negara Indonesia bukan negara sekuler dan bukan pula negara agama. Hal ini mengingat di Indonesia tidak hanya penganut agama Islam saja, melainkan terdapat pula agama selainnya. Kendatipun demikian, ajaran toleransi dipegang teguh setiap agama, sehingga masing-masing agama bisa saling menghormati satu sama lain dalam menjalankan ajaran agamanya, tanpa ada paksaan terhadap penganut agama lain agar mengikuti ajaran agamanya.
Ketentuan bentuk negara tertentu merupakan proses ijtihad masing-masing bangsa, karena Al-Qur’an tidak mengharuskan masing-masing negara menerapkan bentuk negara tertentu. Dalam praktiknya bisa dilihat misalnya negara Saudi Arabia yang mayoritas penduduknya beragama Islam menerapkan bentuk negaranya berupa Kerajaan. Begitu pun Malaysia menerapkan bentuk negara berupa Republik yang dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Kendatipun demikian, Malaysia mencantumkan dengan resmi terkait Islam sebagai agama negara.
Transformasi hukum Islam ke dalam hukum nasional Indonesia ini merupakan bentuk usaha kerja keras yang selaras dengan ruh Islam yang menjunjung tinggi kemaslahatan. Transformasi tersebut dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan karena perkembangan zaman. Hal ini tidak terlepas dari ilat hukum (rasio legis) yang mengitarinya. Di mana ada hukum, di situlah ada kemaslahatan. Contohnya asalnya tidak ada Undang-undang yang mengatur wakaf secara khusus, karena bersatu dengan perkawinan dan wasiat sebagaimana tercantum dalam KHI. Seiring dengan perkembangan zaman termasuk berkaitan dengan ekonomi syariah, maka untuk kepentingan tersebut, akhirnya Undang-undang yang mengatur wakaf secara khusus diterbitkan oleh pemerintah Indonesia. Wallahu A’lam bi al-Sawab.
Penulis : Enang Hidayat, M.Ag
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
MEMBUMIKAN FIKIH MAZHAB NEGARA DI INDONESIA
Fikih dan Kanun senantiasa bersinergis dalam sebuah negara, termasuk di Indonesia. Terlebih lagi dalam upaya mentranformasikan fikih Islam ke dalam hukum nasional, sehingga fikih menjad
KARAKTER PRODUK PEMIKIRAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
Tulisan saya ini mencoba mengelaborasi tulisan Muhammad Atho Mudzhar yang berjudul “Pengaruh Faktor Sosial Budaya terhadap Produk Pemikiran Hukum Islam” isinya membahas seca
KAIDAH FIKIH DAN KAIDAH USUL FIKIH PENANGGULANGAN BENCANA GEMPA
Kaidah fikih dan kaidah usul fikih menjadi solusi bagi permasalahan fikih Islam yang bersumber dari corak berpikir induktif. Seandainya tidak ada kaidah fikih dan kaidah usul fikih, mak
FLEKSIBILITAS FIKIH ISLAM
Istilah fikih Islam identik dengan hukum Islam. Namun, dalam belakangan istilah fikih Islam lebih banyak digunakan dalam literatur yang digunakan oleh ulama kontemporer. Contohnya Syekh
PRINSIP HUKUM ASAL DALAM BIDANG IBADAH
Perbedaan mendasar antara ibadah dan muamalah adalah dilihat dari segi kaidah umum fikihnya. Dalam persoalan ibadah berlandaskan pada dua kaidah fikih. Pertama, kaidah fikih “Huku
PRINSIP HUKUM ASAL DALAM BIDANG IBADAH
Perbedaan mendasar antara ibadah dan muamalah adalah dilihat dari segi kaidah umum fikihnya. Dalam persoalan ibadah berlandaskan pada dua kaidah fikih. Pertama, kaidah fikih “Huku
PRINSIP HUKUM ASAL DALAM BIDANG IBADAH
Perbedaan mendasar antara ibadah dan muamalah adalah dilihat dari segi kaidah umum fikihnya. Dalam persoalan ibadah berlandaskan pada dua kaidah fikih. Pertama, kaidah fikih “Huku
PRINSIP HUKUM ASAL DALAM BIDANG IBADAH
Perbedaan mendasar antara ibadah dan muamalah adalah dilihat dari segi kaidah umum fikihnya. Dalam persoalan ibadah berlandaskan pada dua kaidah fikih. Pertama, kaidah fikih “Huku
URGENSI HADIS HUKUM EKONOMI SYARIAH
Penulis menyebutnya dengan istilah hadis hukum ekonomi syariah, karena istilah tersebut lebih membumi di kalangan masyarakat, terutama masyarakat umum. Sehingga buku ini selain cocok ja
SINERGISME SUNI & SYIAH DALAM KAIDAH FIKIH MUMALAH
Tulisan ini merupakan serpihan hasil penelitian penulis berkenaan dengan kaidah fikih muamalah versi mazhab Suni dan Syiah program Litapdimas Kemenag RI Tahun yang selesai dilakukan akh